Sebaik-baik manusia adalah mereka yang
bisa berpikir kritis. Ada orang yang kemudian memilih turun ke jalan
buat demo, nulis surat terbuka, bikin graffiti, dan ada juga lho yang
menyampaikan pikirannya lewat lukisan.
Pawel Kuczynski adalah seniman asal
Polandia yang sejak 2004 mengkhususkan diri di genre satir. Pawel bicara
tentang kehidupan sehari-hari dan kondisi dunia secara global -mulai
dari ekonomi, politik, hingga isu-isu sosial dan kemanusiaan. Disini, iCyber akan menunjukkan beberapa di antaranya.
1. Kereta Mainan dan Kereta Yang Asli
Seorang anak memakai kaos, celana jeans,
sepatu, dan topi sambil menarik kereta mainan. Anak yang satu lagi
berpakaian sederhana tanpa alas kaki sedang menarik semacam kereta yang
sesungguhnya.
Organisasi Buruh Sedunia (International Labor Organization–ILO)
mencatat, terdapat 168 juta pekerja anak di seluruh dunia. 85 juta di
antaranya bekerja di sektor-sektor berbahaya, seperti pertambangan
ilegal dan manufaktur dengan mesin berat. Berbeda dari anak-anak yang
berkecukupan, bagi para pekerja anak bermain-main adalah kemewahan.
2. Untuk Apa?
Hanya ada satu yang ingin ditanyakan
gambar ini: sebenarnya, selama ini kita belajar untuk apa? Apakah itu
sudah membebaskan kita, sebagaimana tujuan pendidikan yang semula, atau
apa kita melakukannya karena terpaksa?
3. Apel dan Huruf Apel
Secara statistik, kelaparan membunuh
lebih banyak manusia setiap tahunnya dibandingkan korban AIDS, malaria,
dan TBC dijumlahkan. Penyebab kelaparan bisa bermacam-macam, dari
paceklik, perang saudara, kemiskinan sistematis, hingga ketidakstabilan
harga pasar. Ketika kita beruntung dianugerahi sarana untuk memberikan
anak-anak kita mainan balok demi membantunya membaca, banyak anak lain
di dunia yang masih memikirkan bagaimana caranya bisa makan.
4. Teknologi vs. Kreativitas
Teknologi tak seharusnya menjauhkan manusia dari seni dan sastra. Modernisasi tak seharusnya mengebiri kreativitas manusia.
Gambar mouse dalam lukisan di
atas mewakili kehidupan manusia modern yang begitu dipengaruhi
teknologi. Mereka sibuk dengan laptop dan ponsel pintarnya. Memilih main
game atau aktif di media sosial, dan perlahan melupakan cara melakukan
segala hal dengan manual.
6. Apa Kabar Demokrasi?
Yakin kalau demokrasi itu bisa
benar-benar bersih, jujur dan adil? Dalam penyelenggaraan pemilu,
seberapa besar kira-kira yang tak akan rela jika hak suaranya ditukar
dengan nasi bungkus atau uang?
Ada caleg lolos ke DPR setelah mendapat
lebih dari 35 ribu suara. Uniknya 35 ribu suara itu hanya berasal dari
satu lingkungan pabrik saja. Sebagai pemilih, yang mana yang lebih
berharga bagi kita: kebebasan untuk menentukan arah, atau ‘rumput hijau’
di salah satu kotak suara?
7. Meniru Sang Pencemar
Revolusi Industri mengubah selamanya
wajah peradaban manusia. Dua abad setelahnya, jumlah kendaraan bermotor
dan pembangunan pabrik terus bertambah. Sayang, ini tidak selamanya
dibarengi dengan perhatian kepada lingkungan.
Polusi udara membuat orang tua mulai
resah membiarkan anak-anaknya bermain di luar terlalu lama. Anak-anak
pun tanpa sadar akan meniru apa yang dilihatnya — termasuk membangun
pabrik-pabrik, bukannya benteng-benteng saat kita kecil dulu, dari pasir
pantai. Apa yang akan terjadi saat anak-anak itu dewasa?
Dunia bukan milik kita saja–tapi juga milik anak-anak kita nantinya. Sebuah pepatah telah mengingatkan tegas-tegas: “Ketika
hewan terakhir telah kita bunuh, sungai terakhir telah kita keringkan,
pohon terakhir telah kita tebang, baru kita akan sadar bahwa uang tidak
bisa dimakan.”
8. Materi vs Kemanusiaan
Sedih nggak sih liat lukisan ini? Kenapa
orang-orang justru lebih peduli dengan cat yang tumpah daripada si
tukang cat yang mati?
Penggambaran bahwa manusia di era ini
lebih mementingkan materi daripada rasa kemanusiaan mungkin tak
sepenuhnya berlebihan. Buktinya, banyak pejabat yang sampai hati buat
korupsi sedangkan rakyatnya mati kelaparan.
9. “Jangan Sentuh!”
Seorang anak menolak ketika ada anak
lain yang menyentuh mainannya. Ini seperti menyindir kelakuan kita
selama ini–apakah kita telah menjadi terlalu individualis?
Ketika mampu mencukupi hidupnya sendiri,
manusia riskan mereka merasa nggak perlu berbagi. Ketika rumahnya sudah
cukup nyaman, kita bisa lupa untuk menengok tetangganya yang
kekurangan.
10. Si Kaya vs Si Miskin
Satu kata buat mendeskripsikan lukisan
ini. Miris. Orang kaya bisa hidup serba berlimpah, sedangkan orang
miskin selalu kekurangan.
Di lukisan itu digambarkan bagaimana
orang kaya menggunakan air untuk berendam, sedangkan orang miskin
kesulitan untuk sekedar minum. Banyak orang hidup berkecukupan dan nggak
sadar kalau yang mereka buang bisa sangat berarti bagi mereka yang
miskin.
11. Agama vs Uang
Ada orang-orang yang berani menjual
agamanya sendiri. Maksudnya, mereka beribadah dan menyebarkan agamanya
demi uang. Mau memberikan ceramah asal dibayar mahal. Mau mendoakan asal
diberi bingkisan.
Prihatin. Bukankah agama seharusnya menjadi hal terakhir di dunia ini yang bisa disentuh uang?
12. Komunisme
Di negara-negara berpaham komunis,
rakyat dipaksa percaya bahwa negara dan pemerintah adalah segalanya.
Negara, sebagai instrumen dari partai komunis, bertugas memberikan
sekaligus menjamin kesejahteraan rakyat, sementara kepemilikan pribadi
dihapuskan sama sekali. Bahkan, bukan Sinterklas yang memberi rakyat
hadiah Natal. Semua hal yang baik-baik harus dianggap datang dari
Partai.
13. Pidato Politisi Terlalu Kotor
Politik itu ditujukan untuk membangun
kesejahteraan, tapi dalam praktiknya sering kotor. Pidato-pidato para
politisi juga nggak kalah kotor. Pasalnya, apa yang mereka bicarakan
seringkali semata-mata demi mengamankan posisi dan mencari keuntungan
untuk mereka sendiri.
Di dalam lukisannya, Pawel menggambarkan bahwa omongan para politisi itu sama saja seperti air comberan.14. Pemimpin Diktator
Punya pemimpin yang diktator,
satu-satunya korban adalah rakyat. Rakyat kemudian bersatu dan berjuang
untuk menggulingkan sang pemimpin. Sekalipun berhasil, pemimpin yang
menggantikannya justru tidak jauh berbeda.
Yup, seseorang yang menjadi pemimpin
memang punya potensi bersikap diktator. Kekuasaan bisa membuat seseorang
lupa tentang bagaimana seharusnya pemimpin yang baik.
15. Perang Itu Cuma Soal Uang
Menurut ilustrasi Pawel, perang hanya
sekedar hitung-hitungan uang. Berapa modal harus dikorbankan dan berapa
keuntungan yang bisa didapat setelah perang.
Perang akan membuktikan siapa yang lebih
kuat, lebih berkuasa, dan lebih untung. Padahal, perang berarti
mengorbankan ratusan atau ribuan nyawa tentara. Atas komitmennya pada
negara, mereka mungkin hanyalah korban dari pemerintah yang ambisius dan
tamak.
16. Perang Itu Demi Apa? Demi Uang
Hampir sama dengan ilustrasi di nomor 13, Pawel sepertinya memang sangat tertarik mengkritisi perang. Mengapa perang bisa terjadi? Kenapa ribuan tentara mati? Kenapa ada negara-negara yang suka berperang? Alasannya cuma satu, uang!17. Polusi Udara
Sebagai kritik di ranah ekonomi, Pawel
menggambarkan betapa pabrik-pabrik berperan besar merusak lingkungan.
Pada ilustrasi di atas terlihat ada asap hitam pekat yang keluar dari
corong pabrik.
Yup, demi roda perekonomian yang terus
berputar dan keuntungan untuk para pemilik modal, manusia mengorbankan
alam. Nggak akan ada lagi udara bersih yang bisa dihirup manusia.
18. Listrik Buat Siapa?
Hampir di semua aset negara, selalu saja
ada pihak-pihak yang bisa menguasainya secara individu dan mengabaikan
kepentingan rakyat. Ya, Pawel seperti ingin bicara bahwa “hei, listrik
ini buat siapa?” atau “hei, siapa yang menguasai aset negara ini?”.
Well, nggak bisa dipungkiri
kalau monopoli kotor hampir ada di segala bidang, termasuk aset negara
yang seharusnya jadi milik rakyat.
19. Bumi Yang Tercemar
Lukisan Pawel ini sudah cukup menjelaskan betapa kekeringan dan polusi udara adalah awal kehancuran manusia di bumi.
Yup, manusia nggak akan bisa bertahan
tanpa oksigen. Sementara, saat ini udara bersih makin menipis karena
ulah manusia-manusia itu sendiri. Jadi, kalau mau dapat oksigen, silakan
tanam pohon!
20. Melihat Dunia Lewat Media Sosial
Mau tau apa yang terjadi di dunia? Apa
yang terjadi di negaramu? Bahkan, apa yang dilakukan teman-temanmu?
Cukup buka Facebook, Twitter, atau jejaring sosial lainnya. Jawaban
untuk semua pertanyaanmu ada di sana.
Entah harus bersyukur atau prihatin,
media sosial bagaikan dua sisi mata uang. Ada efek negatif dan positif
yang menyertai kemunculannya.
21. Global Warming
Rasa pedulinya terhadap lingkungan,
membuat Pawel membuat lukisan ini. Ya, pemanasan global adalah isu yang
demikian mengerikan. Bumi makin memanas dan es di kutub terus mencair.
Sebelum akhirnya nanti bumi tenggelam,
saat ini hewan-hewan di kutub mulai kehilangan habitatnya. Entah
berapa yang pada akhirnya akan punah karena kita.
22. Bisa Hidup Dari Sampah
Orang-orang yang berprofesi sebagai
pemulung memang benar-benar hidup dari sampah. Mereka makan, membayar
sewa rumah, bahkan membayar uang sekolah anak-anaknya dari apa yang
dianggap nggak penting oleh orang lain.
Di satu sisi, ini adalah ironi. Di sisi lain, ini menyimbolkan optimisme yang sebenarnya–selalu ada cara untuk bertahan hidup.
Setiap orang mungkin bisa memaknai karya
seni dengan pemahamannya masing-masing. Satu hal yang pasti, tanyakan
diri sendiri: apakah dunia (dan kamu) baik-baik saja?
Mari Kita Saling Menghargai Sesama Blogger
Apabila anda merasa artikel ini bermanfaat, silahkan share dimana saja.
Dan jika berkenan mohon mencantumkan link sumbernya. Terima Kasih.
^_^